--> Skip to main content

PP 75 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 3 tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan

PP 75 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 3 tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan. Perlu kita ketahui bahwa Sistem Perbukuan adalah tata kelola perbukuan yang dapat dipertanggungiawabkan secara menyeluruh dan terpadu, yang mencakup pemerolehan naskah, penerbitan, pencetakan, pengembangan buku elektronik, pendistribusian, penggunaan, penyediaan, dan pengawasan buku. Sementara menurut Undang-Undang Buku adalah karya tulis dan/atau karya gambar yang diterbitkan berupa cetakan berjilid atau berupa publikasi elektronik yang diterbitkan secara tidak berkala.


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan adalah ketentuan Pasal 6 ayat (9), Pasal 25 ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 29 ayat (2), Pasal 34, Pasal 35 ayat (2), Pasal 43 ayat (2), Pasal 44 ayat (2), Pasal 46 ayat (2), Pasal 53 ayat (2), Pasal 54 ayat (2), Pasal 55 ayat (2), Pasal 60 ayat (3), Pasa1 66 ayat (2), Pasal 68 ayat (3), dan Pasal 69 ayat (5) Undang-Undang Nomor 3 tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, sehingga memang perlu untuk menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan.

Penyelenggaraan Sistem Perbukuan nasional ditujukan untuk:

menumbuhkan dan memperkuat rasa cinta tanah air serta membangun jati diri dan karakter bangsa;
meningkatkan mutu dan jumlah sumber daya perbukuan untuk menghasilkan Buku yang bermutu, murah, dan dapat diakses secara merata;
menumbuhkembangkan budaya literasi bagi seluruh warga negara; dan
mengembangkan dan mempromosikan kebudayaan nasional Indonesia melalui Buku ke dunia internasional.
PP 75 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan secara efektif diharapkan menjadi titik ungkit bagi pengembangan dunia perbukuan nasional yang merupakan elemen penting dalam pengembangan budaya literasi masyarakat, pencerdasan kehidupan bangsa, dan pembangunan peradaban bangsa. Kebijakan dan praksis untuk mewujudkannya dilakukan dengan membangun dan memberdayakan seluruh elemen Sistem Perbukuan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan ditetapkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 15 Oktober 2019. PP 75 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 3 tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan mulai berlaku setelah diundangkan pada tanggal 17 Oktober 2019 di Jakarta oleh Plt. Menkumham Tjahjo Kumolo.

Standar perbukuan dikembangkan dan ditetapkan sebagai ukuran dan kriteria dalam pemerolehan naskah dan Penerbitan Buku untuk menghasilkan Buku yang bermutu. Profesionalitas Pelaku Perbukuan untuk menghasilkan Buku yang bermutu semestinya dapat ditunjukkan dengan kepemilikan sertifikat profesi sesuai dengan bidang keahlian masing-masing. Organisasi Profesi juga perlu dibangun dalam kerangka pengembangan profesionalitas anggota, peningkatan kehormatan dan martabat profesi perbukuan, serta penegakan kode etik profesi bagi Pelaku Perbukuan dalam pelaksanaan tugas profesinya. Profesionalitas Pelaku Perbukuan perlu ditingkatkan secara berkelanjutan melalui pembinaan internal oleh Organisasi Profesi dan pembinaan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyediakan akses usaha dan penyiapan iklim usaha perbukuan yang kondusif untuk mengembangkan industri perbukuan nasional. Pengawasan atas pelaksanaan Sistem Perbukuan menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Pelaku Perbukuan, dan masyarakat sesuai dengan kewenangan dan kapasitas masing-masing. Pengawasan tersebut dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik dengan tetap menjaga kebebasan berekspresi dan berkreasi.

Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan nasional untuk mengembangkan budaya literasi bagi warga negara Indonesia. Pengembangan budaya literasi tersebut menjadi tanggung jawab bersama sehingga perlu dilakukan dengan memberdayakan sumber daya Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, masyarakat, Pelaku Perbukuan, satuan pendidikan, dan keluarga.

PP 75 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 3 tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan diundangkan dan ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 193. Penjelasan Atas PP 75 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 3 tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan ditempatkan dan diundangkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6408. Agar semua orang mengetahuinya.

Gerakan literasi oleh masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai wadah dan program, seperti pengembangan dan pemberdayaan taman bacaan masyarakat atau ruang literasi lain, pengembangan komunitas perbukuan dan literasi, pemberian apresiasi, dan kegiatan lainnya.
Penjelasan Pasal 77 PP 75 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 3 tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan


PP 75 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 3 tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan
Latar Belakang
Pertimbangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (9), Pasal 25 ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 29 ayat (2), Pasal 34, Pasal 35 ayat (2), Pasal 43 ayat (2), Pasal 44 ayat (2), Pasal 46 ayat (2), Pasal 53 ayat (2), Pasal 54 ayat (2), Pasal 55 ayat (2), Pasal 60 ayat (3), Pasa1 66 ayat (2), Pasal 68 ayat (3), dan Pasal 69 ayat (5) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan;

Dasar Hukum
Dasar hukum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan adalah:

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 102, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6053);
Penjelasan Umum PP 75 tahun 2019
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan secara efektif diharapkan menjadi titik ungkit bagi pengembangan dunia perbukuan nasional yang merupakan elemen penting dalam pengembangan budaya literasi masyarakat, pencerdasan kehidupan bangsa, dan pembangunan peradaban bangsa. Penyelenggaraan Sistem Perbukuan nasional ditujukan untuk:

menumbuhkan dan memperkuat rasa cinta tanah air serta membangun jati diri dan karakter bangsa;
meningkatkan mutu dan jumlah sumber daya perbukuan untuk menghasilkan Buku yang bermutu, murah, dan dapat diakses secara merata;
menumbuhkembangkan budaya literasi bagi seluruh warga negara; dan
mengembangkan dan mempromosikan kebudayaan nasional Indonesia melalui Buku ke dunia internasional.
Kebijakan dan praksis untuk mewujudkannya dilakukan dengan membangun dan memberdayakan seluruh elemen Sistem Perbukuan.

Standar perbukuan dikembangkan dan ditetapkan sebagai ukuran dan kriteria dalam pemerolehan naskah dan Penerbitan Buku untuk menghasilkan Buku yang bermutu. Profesionalitas Pelaku Perbukuan untuk menghasilkan Buku yang bermutu semestinya dapat ditunjukkan dengan kepemilikan sertifikat profesi sesuai dengan bidang keahlian masing-masing. Organisasi Profesi juga perlu dibangun dalam kerangka pengembangan profesionalitas anggota, peningkatan kehormatan dan martabat profesi perbukuan, serta penegakan kode etik profesi bagi Pelaku Perbukuan dalam pelaksanaan tugas profesinya. Profesionalitas Pelaku Perbukuan perlu ditingkatkan secara berkelanjutan melalui pembinaan internal oleh Organisasi Profesi dan pembinaan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyediakan akses usaha dan penyiapan iklim usaha perbukuan yang kondusif untuk mengembangkan industri perbukuan nasional, termasuk pengembangan tata niaga perbukuan dan sistem insentif yang dapat menjamin ketersediaan Buku yang bermutu, murah, dan dapat diakses secara merata. Pemerintah Pusat juga perlu mengembangkan dan mengelola sistem informasi perbukuan untuk meningkatkan efektivitas dan tata kelola Sistem Perbukuan dan mewujudkan ekosistem perbukuan yang sehat.

Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan nasional untuk mengembangkan budaya literasi bagi warga negara Indonesia. Pengembangan budaya literasi tersebut menjadi tanggung jawab bersama sehingga perlu dilakukan dengan memberdayakan sumber daya Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, masyarakat, Pelaku Perbukuan, satuan pendidikan, dan keluarga.

Pengawasan atas pelaksanaan Sistem Perbukuan menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Pelaku Perbukuan, dan masyarakat sesuai dengan kewenangan dan kapasitas masing-masing. Pengawasan tersebut dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik dengan tetap menjaga kebebasan berekspresi dan berkreasi.

Isi PP Sistem Perbukuan
Berikut isi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan (bukan format asli):


PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PERBUKUAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

Sistem Perbukuan adalah tata kelola perbukuan yang dapat dipertanggungiawabkan secara menyeluruh dan terpadu, yang mencakup pemerolehan naskah, penerbitan, pencetakan, pengembangan buku elektronik, pendistribusian, penggunaan, penyediaan, dan pengawasan buku.
Buku adalah karya tulis dan/atau karya gambar yang diterbitkan berupa cetakan berjilid atau berupa publikasi elektronik yang diterbitkan secara tidak berkala.
Naskah Buku adalah draf karya tulis dan/atau karya gambar yang memuat bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir.
Penilaian Buku adalah penetapan kelayakan Buku pendidikan berdasarkan standar materi, penyajian, bahasa, desain, dan grafika.
Pelaku Perbukuan adalah penulis, penerjemah, penyadur, editor, desainer, ilustrator, pencetak, pengembang Buku elektronik, penerbit, dan toko Buku.
Penerbit adalah lembaga pemerintah atau lembaga swasta yang menyelenggarakan kegiatan penerbitan Buku.
Penerbitan adalah seluruh proses kegiatan yang dimulai dari pengeditan, pengilustrasian, dan pendesainan Buku.
Pencetak adalah lembaga pemerintah atau lembaga swasta yang menyelenggarakan kegiatan pencetakan Buku.
Pendistribusian adalah rangkaian kegiatan penyebaran Buku untuk diperdagangkan atau tidak diperdagangkan dari Penerbit sampai kepada pengguna.
Penggunaan adalah kegiatan yang berkaitan dengan pemanfaatan Buku.
Penyediaan adalah kegiatan yang berkaitan dengan menyediakan Buku.
Organisasi Profesi adalah perkumpulan resmi yang dibentuk oleh Pelaku Perbukuan untuk pengembangan profesionalitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Akreditasi adalah penilaian untuk menetapkan kelayakan dan mutu pelaku usaha perbukuan.
Buku Teks Pendamping Muatan Lokal yang selanjutnya disebut Buku Teks Muatan Lokal adalah Buku teks yang berisi muatan lokal.
Muatan Lokal adalah bahan kajian pada satuan pendidikan yang berisi muatan dan pembelajaran tentang potensi, keunikan, dan kebutuhan lokal yang ditetapkan oleh pemerintah daerah provinsi.
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan.
BAB II
BENTUK BUKU DAN JENIS BUKU
Bagian Kesatu
Bentuk Buku
Pasal 2
Bentuk Buku terdiri atas Buku cetak dan Buku elektronik.
Buku cetak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan karya tulis yang berupa teks, gambar, atau gabungan dari keduanya yang dipublikasikan dalam bentuk cetak.
Buku elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan karya tulis yang berupa teks, gambar, audio, video, atau gabungan dari keseluruhannya yang dipublikasikan dalam bentuk elektronik.
Buku elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat bersifat interaktif ataupun tidak interaktif.
Bagian Kedua
Jenis Buku
Pasal 3
Jenis Buku terdiri atas Buku pendidikan dan Buku umum.
Buku pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Buku yang digunakan dalam pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan akademik, pendidikan profesi, pendidikan vokasi, pendidikan keagamaan, dan pendidikan khusus.
Buku umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jenis Buku selain Buku pendidikan.
Pasal 4
Buku pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) terdiri atas:

Buku teks; dan
Buku nonteks.
Pasal 5
Buku teks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a merupakan Buku yang disusun untuk pembelajaran berdasarkan standar nasional pendidikan dan kurikulum yang berlaku.
Buku teks sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
Buku teks utama; dan
Buku teks pendamping.
Buku teks utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas Buku siswa dan Buku panduan guru.
Buku siswa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat materi pokok yang harus dipelajari oleh peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Buku panduan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat bahan ajar dan/atau metode mengajar yang digunakan oleh pendidik pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Buku teks pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b memuat materi untuk memperluas, memperdalam, dan melengkapi materi pokok dalam Buku siswa.
Buku teks pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dilengkapi dengan Buku panduan guru.
Pasal 6
Buku nonteks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b merupakan Buku pengayaan, referensi, atau panduan yang memuat materi untuk pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan.

BAB III
STANDAR, KAIDAH, DAN KODE ETIK PEMEROLEHAN NASKAH DAN PENERBITAN BUKU
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 7
Standar, kaidah, dan kode etik pemerolehan naskah dan Penerbitan Buku merupakan pedoman untuk menghasilkan Buku yang bermutu.
Pemerolehan Naskah Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penulisan, penerjemahan, atau penyaduran.
Penerbitan Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengeditan, pengilustrasian, dan pendesainan.
Bagian Kedua
Standar Pemerolehan Naskah dan Penerbitan Buku
Paragraf 1
Umum
Pasal 8
Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) terdiri atas:
standar mutu Buku; dan
standar proses pemerolehan naskah dan Penerbitan Buku.
Standar mutu Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan sebagai acuan dalam pemerolehan Naskah Buku dan Penerbitan Buku.
Paragraf 2
Standar Mutu Buku
Pasal 9
Standar mutu Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a terdiri atas:

standar mutu Buku pendidikan; dan
standar mutu Buku umum.
Pasal 10
Standar mutu Buku pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a terdiri atas:
standar materi;
standar penyajian;
standar desain; dan
standar grafika.
Standar mutu Buku pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakomodasi kebutuhan Buku bagi peserta didik penyandang disabilitas.
Pasal 11
Standar materi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a merupakan standar pemenuhan syarat isi Buku dan standar kelayakan isi Buku.
Syarat isi Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:
tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila;
tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, ras, dan/atau antargolongan;
tidak mengandung unsur pornografi;
tidak mengandung unsur kekerasan; dan
tidak mengandung ujaran kebencian.
Standar kelayakan isi Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Buku teks mencakup aspek:
kebenaran dari segi keilmuan;
kesesuaian dengan standar nasional pendidikan dan kurikulum yang berlaku;
kesesuaian dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
kesesuaian dengan konteks dan lingkungan; dan
kesatupaduan antarbagian isi Buku.
Standar kelayakan isi Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Buku nonteks mencakup aspek:
kesesuaian untuk pengayaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik;
keterkaitan dengan standar nasional pendidikan;
kesesuaian dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
kesesuaian dengan konteks dan lingkungan.
Pasal 12
Standar penyajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b mencakup aspek:

kelayakan penyampaian isi Buku sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik; dan
kelayakan penggunaan bahasa yang tepat dan komunikatif sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa peserta didik.
Pasal 13
Standar desain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf c merupakan standar penggunaan ilustrasi, desain halaman isi, dan desain kover Buku sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.

Pasal 14
Standar grafika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1O ayat (1) huruf d merupakan standar kualitas hasil cetak dan hasil tampilan elektronik yang ramah pengguna, aman, dan nyaman.

Pasal 15
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar mutu Buku pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sampai dengan Pasal 14 diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 16
Standar mutu Buku umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b terdiri atas:

standar materi;
standar penyajian;
standar desain; dan
standar grafika.
Pasal 17
Standar materi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a merupakan standar pemenuhan syarat isi Buku dan standar kelayakan isi Buku.
Syarat isi Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan ketentuan syarat isi Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).
Standar kelayakan isi Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
ketepatan;
keterpaduan;
kejelasan; dan
kelegalan.
Pasal 18
Standar penyajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b merupakan standar:

kelayakan penyampaian isi Buku sesuai dengan pembaca sasaran; dan
kelayakan penggunaan bahasa baku.
Pasal 19
Standar desain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf c merupakan standar penggunaan ilustrasi, desain halaman isi, dan desain kover Buku sesuai dengan pembaca sasaran.

Pasal 20
Standar grafika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf d merupakan standar kualitas hasil cetak dan hasil tampilan elektronik yang ramah pengguna, aman, dan nyaman.

Pasal 21
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar mutu Buku umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 20 diatur dengan Peraturan Menteri.



Paragraf 3
Standar Proses Pemerolehan Naskah Buku
Pasal 22
Standar proses pemerolehan Naskah Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b terdiri atas:

standar penulisan;
standar penerjemahan; dan
standar penyaduran.
Pasal 23
Standar penulisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a mencakup tahapan:
prapenulisan;
penulisan draf;
perevisian; dan
penyuntingan mandiri.
Prapenulisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup penentuan tema atau topik, tujuan penulisan, pembaca sasaran, sumber penulisan, dan penyusunan kerangka penulisan.
Penulisan draf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan proses menyusun naskah sesuai dengan unsur prapenulisan.
Perevisian sebagaimana dimaksud pada ayat (l). huruf c mencakup perbaikan dari segi struktur, sistematika, dan gaya penulisan.
Penyuntingan mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan perbaikan yang dilakukan terhadap draf naskah dari segi kesalahan tipografi, kesalahan bahasa, kesalahan data dan fakta, serta pelanggaran legalitas dan norma.
Pasal 24
Standar penerjemahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf b terdiri atas:
analisis isi;
pengalihbahasaan; dan
penyelarasan.
Analisis isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan tahap awal penerjemahan untuk mengetahui makna tekstual dan kontekstual dalam memperoleh pemahaman pesan dari Buku yang akan diterjemahkan.
Pengalihbahasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan tahap mengalihkan isi Buku dari bahasa sumber ke bahasa sasaran secara sepadan sesuai dengan kaidah dan konteks.
Penyelarasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan tahap evaluasi dan revisi hasil pengalihbahasaan untuk menyempurnakan hasil terjemahan.
Pasal 25
Standar penyaduran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c merupakan standar proses mengubah Buku dari Buku sumber menjadi Buku saduran sesuai dengan maksud pihak penyadurnya.
Standar penyaduran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
kesesuaian ide cerita; dan
kesesuaian alur cerita.
Paragraf 4
Standar Proses Penerbitan Buku
Pasal 26
Standar proses Penerbitan Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b terdiri atas:

standar pengeditan;
standar pengilustrasian; dan
standar pendesainan.
Pasal 27
Standar pengeditan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a terdiri atas:
pengeditan substantif;
pengeditan mekanis; dan
pengeditan visual.
Pengeditan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan terhadap struktur kerangka penyajian, materi, dan perwajahan.
Pengeditan mekanis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan terhadap ejaan, tata bahasa, dan makna.
Pengeditan visual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan terhadap gambar, infografik, dan tipografi.
Pasal 28
Standar pengilustrasian Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b terdiri atas:

pengilustrasian manual; dan
pengilustrasian digital.
Pasal 29
Standar pendesainan Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c terdiri atas:

pendesainan Buku cetak; dan
pendesainan Buku digital.
Pasal 30
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar proses pemerolehan naskah dan standar proses Penerbitan Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 29 diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Ketiga
Kaidah Pemerolehan Naskah dan Penerbitan Buku
Paragraf 1
Kaidah Pemerolehan Naskah Buku
Pasal 31
Kaidah pemerolehan Naskah Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) terdiri atas:

kaidah penulisan;
kaidah penerjemahan; dan
kaidah penyaduran.
Pasal 32
Kaidah penulisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf a mencakup pemenuhan syarat isi Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dan pemenuhan syarat penyajian Buku.
Pemenuhan syarat penyajian Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
kejelasan;
keringkasan; dan
keterpautan.
Pasal 33
Kaidah penerjemahan Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf b mencakup:

kesamaan ide antara teks bahasa sumber dan teks bahasa sasaran;
kesesuaian dengan struktur kalimat baku dan struktur paragraf bahasa sasaran;
kesesuaian idiomatis atau parafrasa ke dalam bahasa sasaran; dan
kesesuaian konteks budaya dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran.
Pasal 34
Kaidah penyaduran Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf c mencakup:

ketersampaian ide pokok dari Buku sumber ke dalam Buku sasaran;
ketaatan terhadap kaidah bahasa sasaran; dan
kesesuaian dengan budaya sasaran.
Paragraf 2
Kaidah Penerbitan Buku
Pasal 35
Kaidah Penerbitan Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) terdiri atas:

kaidah pengeditan;
kaidah pengilustrasian; dan
kaidah pendesainan.
Pasal 36
Kaidah pengeditan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a mencakup:
pengeditan substantif;
pengeditan mekanis; dan
pengeditan visual.
Pengeditan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup:
ketaatasasan substantif;
ketelitian penyajian data dan fakta; dan
kelegalan.
Pengeditan mekanis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup:
kebahasaan; dan
kejelasan gaya penyajian.
Pengeditan visual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c mencakup pengeditan untuk mendapatkan kejelasan visual.
Pasal 37
Kaidah pengilustrasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b mencakup:

kesesuaian makna;
kejelasan objek ilustrasi; dan
kemenarikan.
Pasal 38
Kaidah pendesainan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf c mencakup:

tata letak;
tipografi;
struktur; dan
keterbacaan dan kejelasan.
Pasal 39
Ketentuan lebih lanjut mengenai kaidah pemerolehan naskah dan kaidah Penerbitan Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 sampai dengan Pasal 38 diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Keempat
Kode Etik Pemerolehan Naskah dan Penerbitan Buku
Pasal 40
Kode etik pemerolehan naskah dan kode etik Penerbitan Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mengacu pada prinsip:
kejujuran;
penghargaan terhadap hak cipta dan karya cipta; dan
kebebasan berekspresi secara bertanggung jawab.
Kode etik pemerolehan Naskah Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
kode etik penulis;
kode etik penerjemah; dan
kode etik penyadur.
Kode etik Penerbitan Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
kode etik editor;
kode etik ilustrator;
kode etik desainer; dan
kode etik Penerbit.
Kode etik pemerolehan Naskah Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan kode etik Penerbitan Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dan ditetapkan oleh Organisasi Profesi masing- masing sesuai dengan bidang keahliannya.
BAB IV
BUKU PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Penyusunan Buku Pendidikan
Pasal 41
Penyusunan Buku pendidikan berupa Buku teks utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a dilakukan oleh Pemerintah Pusat melalui:
penulisan;
penerjemahan;
penilaian; dan/atau
pengalihan hak cipta.
Penyusunan Buku teks utama oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
Menteri untuk mata pelajaran selain mata pelajaran pendidikan agama dan mata pelajaran yang digunakan pada pendidikan keagamaan; dan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama untuk mata pelajaran pendidikan agama dan mata pelajaran yang digunakan pada pendidikan keagamaan.
Penyusunan Buku teks utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada standar dan kaidah yang diatur oleh Menteri.
Penyusunan Buku teks utama untuk mata pelajaran pendidikan agama dan mata pelajaran yang digunakan pada pendidikan keagamaan, selain mengikuti standar dan kaidah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), mengacu pada ketentuan khusus yang diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama,
Pasal 42
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan Buku teks utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1):

untuk mata pelajaran selain mata pelajaran pendidikan agama dan mata pelajaran yang digunakan pada pendidikan keagamaan diatur dengan Peraturan Menteri; dan
untuk mata pelajaran pendidikan agama dan mata pelajaran yang digunakan pada pendidikan keagamaan diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.
Pasal 43
Penyusunan Buku pendidikan berupa Buku teks pendamping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b dilakukan oleh masyarakat.
Buku teks pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinilai dan disahkan oleh:
Menteri untuk mata pelajaran selain mata pelajaran pendidikan agama dan mata pelajaran yang digunakan pada pendidikan keagamaan; dan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama untuk mata pelajaran pendidikan agama dan mata pelajaran yang digunakan pada pendidikan keagamaan.
Penilaian Buku teks pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada standar dan kaidah yang ditetapkan oleh Menteri.
Penyusunan Buku teks pendamping untuk mata pelajaran pendidikan agama dan mata pelajaran yang digunakan pada pendidikan keagamaan, selain mengikuti standar dan kaidah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), mengacu pada ketentuan khusus yang diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.
Pasal 44
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan Buku teks pendamping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1):

untuk mata pelajaran selain mata pelajaran pendidikan agama dan mata pelajaran yang digunakan pada pendidikan keagamaan diatur dengan Peraturan Menteri; dan
untuk mata pelajaran pendidikan agama dan mata pelajaran yang digunakan pada pendidikan keagamaan diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.
Pasal 45
Penyusunan Buku pendidikan berupa Buku Teks Muatan Lokal dilakukan oleh Pemerintah Daerah atau masyarakat.
Buku Teks Muatan Lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinilai dan disahkan oleh Pemerintah Daerah provinsi.
Pasal 46
Penyusunan Buku pendidikan berupa Buku nonteks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau masyarakat.
Buku nonteks yang disusun oleh masyarakat dinilai dan disahkan oleh Pemerintah Pusat.
Bagian Kedua
Penilaian Buku Pendidikan
Pasal 47
Penilaian dalam penyusunan Buku teks utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf c dan penilaian Buku teks pendamping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf a untuk mata pelajaran selain mata pelajaran pendidikan agama dan mata pelajaran yang digunakan pada pendidikan keagamaan dilakukan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang perbukuan.
Penilaian Buku Teks Muatan lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) dilakukan oleh organisasi perangkat daerah provinsi yang menangani urusan pendidikan.
Penilaian Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip profesionalitas, objektivitas, dan akuntabilitas.
Penilaian Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berpedoman pada standar mutu Buku pendidikan.
Penilaian Buku Teks Muatan Lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada pedoman penilaian yang disusun oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang perbukuan;
Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pedoman penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.


Bagian Ketiga
Penyediaan Buku Pendidikan
Pasal 48
Pemerintah Pusat menjamin ketersediaan Buku pendidikan bermutu, murah, dan merata.
Ketersediaan Buku pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup Penyediaan Buku untuk pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan akademik, pendidikan profesi, pendidikan vokasi, pendidikan keagamaan, dan pendidikan khusus.
Ketersediaan Buku pendidikan bermutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:
penetapan standar mutu Buku pendidikan;
pengembangan kompetensi dan sertifikasi Pelaku Perbukuan;
penetapan standar proses pemerolehan; dan
penetapan standar proses Penerbitan.
Ketersediaan Buku pendidikan murah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:
pengembangan Buku elektronik yang dapat diunduh secara bebas oleh masyarakat;
pengembangan sistem tata niaga perbukuan yang sehat terbebas dari praktik monopoli dalam Penyediaan bahan baku cetak serta penggandaan dan distribusi Buku;
pengendalian harga Buku pendidikan; dan
pengembangan infrastruktur Penerbitan dan percetakan daerah.
Ketersediaan Buku pendidikan merata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:
Penyediaan data kebutuhan Buku;
pengembangan sistem distribusi Buku ke satuan pendidikan;
pengembangan infrastruktur untuk akses Buku elektronik; dan
pengembangan infrastuktur Penerbitan dan percetakan daerah.
Pasal 49
Penyediaan Buku pendidikan berupa Buku teks utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a untuk pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilakukan oleh Pemerintah Pusat.
Penyediaan Buku teks utama oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui mekanisme:
pemberian Buku cetak;
pemberian dana kepada peserta didik atau kepada satuan pendidikan untuk pembelian Buku; dan/atau
pemberian akses Buku elektronik sebagai domain publik.
Pemerintah Daerah membantu Penyediaan Buku teks utama melalui mekanisme sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Masyarakat dapat membantu Penyediaan Buku teks utama dan Buku Teks Muatan Lokal melalui mekanisme sebagairnana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 50
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyediaan Buku pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dan Pasal 49 diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 51
Pemerintah Pusat melakukan koordinasi dan sinergi dengan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota untuk menjamin ketersediaan Buku bermutu, murah, dan merata.

Bagian Keempat
Pendistribusian Buku Pendidikan
Pasal 52
Pemerintah Pusat mengembangkan sistem distribusi Buku pendidikan ke seluruh satuan dan/atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan masing-masing bertanggung jawab atas distribusi Buku pendidikan di wilayahnya dengan mengacu pada sistem distribusi Buku pendidikan.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mendistribusikan Buku teks utama kepada satuan dan/atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat mendistribusikan secara langsung Buku pendidikan selain Buku teks utama kepada satuan dan/atau program pendidikan pada situasi darurat dan kondisi khusus.
Masyarakat dapat berpartisipasi dalam Pendistribusian Buku pendidikan paling sedikit dalam bentuk:
pembebasan atau pengurangan biaya Pendistribusian Buku;
bantuan transportasi untuk Pendistribusian Buku; dan/atau
Penyediaan tempat Pendistribusian Buku.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan sistem distribusi Buku pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kelima
Penggunaan Buku Pendidikan
Pasal 53
Pemerintah Pusat menetapkan Buku teks utama yang digunakan pada satuan dan/atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Satuan dan/atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah wajib menggunakan satu di antara Buku teks utama yang telah ditetapkan.
Dalam hal Pemerintah Pusat menetapkan hanya satu Buku teks utama, satuan dan/atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah wajib menggunakan Buku teks utama tersebut.
Satuan dan/atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dapat menggunakan:
Buku teks pendamping; dan/atau
Buku nonteks,
yang telah disahkan oleh Pemerintah Pusat.
Satuan dan/atau program pendidikan tinggi menggunakan Buku teks dan Buku nonteks.
Bagian Keenam
Buku Pendidikan pada Pendidikan Tinggi
Pasal 54
Buku teks pada pendidikan tinggi merupakan Buku ajar yang mengacu pada silabus pembelajaran setiap mata kuliah di perguruan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Buku teks pada pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh dosen dan/atau pakar sesuai dengan bidang keilmuannya secara perseorangan atau berkelompok.
Penyusunan Buku teks pada pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan prinsip otonomi keilmuan.
Buku nonteks pada pendidikan tinggi merupakan Buku pengayaan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Buku nonteks pada pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disusun oleh dosen dan/atau masyarakat.
Pasal 55
Buku teks untuk pendidikan tinggi dapat diterbitkan oleh Pemerintah Pusat, lembaga Penerbitan perguruan tinggi, atau masyarakat.
Pemerintah Pusat dan/atau perguruan tinggi mendorong ketersediaan Buku teks untuk pendidikan tinggi yang bermutu, murah, dan merata melalui:
pembentukan lembaga Penerbitan perguruan tinggi;
peningkatan kompetensi dosen untuk menulis Buku; dan
penerjemahan dan penyaduran Buku untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
BAB V
BUKU UMUM
Pasal 56
Buku umum dikembangkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Buku umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh masyarakat, Pemerintah Daerah, atau Pemerintah Pusat.
Buku umum yang disusun oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memuat materi sosialisasi dan/atau materi edukasi terkait kebijakan penyelenggaraan negara.
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat mengembangkan ekosistem perbukuan yang sehat untuk menghasilkan Buku umum yang bermutu.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memfasilitasi Pendistribusian Buku umum termasuk bagi penyandang disabilitas, untuk menjamin ketersediaan Buku secara merata dan murah melalui:
pengembangan toko Buku atau gerai penjualan Buku;
pengembangan infrastruktur untuk mengakses Buku elektronik; dan
pengembangan infrastruktur Penerbitan dan pencetakan di daerah.


BAB VI
HIBAH DAN IMPOR BUKU
Bagian Kesatu
Hibah Buku
Hibah Buku dapat diterima oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, satuan pendidikan, dan masyarakat.
Hibah Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterima setelah syarat isi Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) terpenuhi.
Penilaian terhadap pemenuhan syarat isi Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh penerima hibah.
Bagian Kedua
Impor Buku
Pasal 58
Impor Buku diutamakan untuk pendidikan, penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Buku impor harus memenuhi:
standar mutu Buku pendidikan; atau
standar mutu Buku umum.
Pemenuhan standar mutu Buku pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan melalui penilaian oleh lembaga yang menyelenggarakan umsan di bidang perbukuan.
Pemenuhan standar mutu Buku umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diwujudkan dalam bentuk pernyataan dari importir.
Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang perbukuan.
Impor Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perdagangan dan kepabeanan.
BAB VII
PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 59
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Pelaku Perbukuan, dan masyarakat melakukan pengawasan atas Sistem Perbukuan.
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengawasan terhadap:
pemerolehan naskah;
Penerbitan;
pencetakan;
pengembangan Buku elektronik;
Penyediaan;
Pendistribusian; dan
Penggunaan.
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap mutu Buku.
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dan huruf f diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan Penyediaan dan Pendistribusian.
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap Penggunaan Buku sesuai dengan peruntukannya.
Pengawasan atas Sistem Perbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik dengan tetap menjaga kebebasan berekspresi dan berkreasi.
Bagian Kedua
Pengawasan oleh Pemerintah Pusat
Pasal 60
Pengawasan oleh Pemerintah Pusat dilakukan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang perbukuan.
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
mutu Buku yang diperoleh dari pemerolehan naskah, Penerbitan, pencetakan, dan pengembangan Buku elektronik;
Penyediaan;
Pendistribusian; dan
Penggunaan.
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan bekerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait.
Lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang perbukuan melaporkan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri.
Ketentuan mengenai tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 61
Kejaksaan Republik Indonesia turut melakukan pengawasan terhadap substansi Buku.
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mewujudkan ketertiban dan ketenteraman umum.
Pengawasan yang dilakukan oleh Kejaksaan Republik Indonesia dilaksanakan sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kejaksaaan Republik Indonesia berkoordinasi dengan lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang perbukuan.
Pasal 62
Dalam hal Buku:

tidak memenuhi syarat isi Buku; dan/atau
mengganggu ketertiban dan ketenteraman umum,
Kejaksaan Republik Indonesia dapat menarik sementara Buku dari peredaran untuk Buku cetak dan memblokir sementara untuk Buku elektronik paling lama 6O (enam puluh) hari kerja.

Bagian Ketiga
Pengawasan oleh Pemerintah Daerah
Pasal 63
Pengawasan oleh Pemerintah Daerah dilakukan oleh organisasi perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan di bidang pendidikan.
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
mutu Buku yang diperoleh dari pemerolehan naskah, Penerbitan, pencetakan, dan pengembangan Buku elektronik;
Penyediaan;
Pendistribusian; dan
Penggunaan.
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan bekerja sama dengan lembaga terkait.
Organisasi perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan di bidang pendidikan melaporkan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada gubernur atau bupati/wali kota.
Pasal 64
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 diatur dengan peraturan gubernur dengan mengacu pada Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (5).

Bagian Keempat
Pengawasan oleh Pelaku Perbukuan
Pasal 65
Pengawasan oleh Pelaku Perbukuan dilakukan oleh Organisasi Profesi masing-masing.
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
mutu Buku yang diperoleh dari pemerolehan naskah, Penerbitan, pencetakan, dan pengembangan Buku elektronik; dan
penegakan kode etik profesi.
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaporkan kepada instansi yang berwenang.
Bagian Kelima
Pengawasan oleh Masyarakat
Pasal 66
Masyarakat dapat berperan melakukan pengawasan.
Pengawasan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
mutu Buku yang diperoleh dari pemerolehan naskah, Penerbitan, pencetakan, dan pengembangan Buku elektronik;
Pendistribusian; dan/atau
Penggunaan.
Pengawasan oleh masyarakat dapat dilakukan oleh perseorangan atau kelompok.
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaporkan kepada instansi yang berwenang.
BAB VIII
INSENTIF FISKAL
Pasal 67
Dalam rangka mengembangkan perbukuan dan mendorong pertumbuhan industri perbukuan nasional, Pemerintah Pusat memberikan insentif fiskal.
Pemberian insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IX
ORGANISASI PROFESI
Pasal 68
Pelaku Perbukuan dapat membentuk Organisasi Profesi sesuai dengan bidang keahliannya.
Organisasi Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi paling sedikit:
mengembangkan profesionalitas anggota;
mengembangkan dan menegakkan kode etik organisasi;
mengembangkan Sistem Perbukuan yang sehat; dan
mengembangkan literasi bagi warga negara Indonesia.
Pembentukan Organisasi Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB X
AKSES DAN PEMBINAAN
Bagian Kesatu
Akses dan Pembinaan dalam Berusaha
Pasal 69
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyediakan akses dan pembinaan dalam berusaha kepada Pencetak, pengembang Buku elektronik, Penerbit, dan toko Buku.
Akses dalam berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
kemudahan mendapatkan informasi serta kesempatan dan/atau kemudahan berusaha; dan
penyiapan iklim usaha perbukuan yang kondusif.
Pembinaan dalam berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk pembinaan manajemen.
Pembinaan manajemen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui pengembangan standar tata kelola pencetakan, standar pengembangan Buku elektronik, standar tata kelola Penerbitan, standar tata kelola toko Buku, dan pelaksanaan Akreditasi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar tata kelola pencetakan, standar pengembangan Buku elektronik, standar tata kelola Penerbitan, standar tata kelola toko Buku, dan pelaksanaan Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Pembinaan Profesionalitas
Pasal 70
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan profesionalitas kepada penulis, penerjemah, penyadur, editor, desainer, dan ilustrator.
Pembinaan profesionalitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
peningkatan kompetensi;
pembinaan Organisasi Profesi;
pengembangan standar kompetensi kerja nasional Indonesia profesi perbukuan; dan
pengembangan sistem sertifikasi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan profesionalitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 71
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada Pelaku Perbukuan.
Pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diiakukan atas dasar prestasi, dedikasi, dan/atau profesionalitas dalam bidang perbukuan.
BAB XI
SISTEM INFORMASI PERBUKUAN
Pasal 72
Pemerintah Pusat memfasilitasi pengembangal dan pengelolaan sistem informasi perbukuan.
Sistem informasi perbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:
meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan Sistem Perbukuan; dan
mewujudkan ekosistem perbukuan yang sehat.
Sistem informasi perbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan secara komprehensif dan terpadu.
Sistem informasi perbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola secara akuntabel.
BAB XII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 73
Masyarakat berperan serta menciptakan dan memajukan ekosistem perbukuan yang sehat.
Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan cara:
mendorong pertumbuhan Pelaku Perbukuan di daerah;
mendorong hubungan yang harmonis dan berkeadilan antar-Pelaku Perbukuan;
mendorong distribusi Buku yang merata;
memantau Penggunaan Buku pendidikan;
menghormati hak cipta dan antiplagiarisme; dan
memberikan penghargaan kepada Pelaku Perbukuan.
BAB XIII
PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI
Pasal 74
Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan pengembangan budaya literasi bagi warga negara Indonesia.
Pengembangan budaya literasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengoptimalkan sumber daya Pemerintah Pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, masyarakat, satuan pendidikan, keluarga, dan Pelaku Perbukuan.
Pasal 75
Pengembangan budaya literasi oleh pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (2) dilakukan dengan mengembangkan dan/atau memberdayakan:
satuan dan/atau program pendidikan;
perpustakaan umum daerah;
perpustakaan keliling;
taman bacaan masyarakat;
masyarakat; dan
Pelaku Perbukuan.
Pemerintah provinsi dapat menetapkan peraturan daerah atau peraturan gubernur dalam rangka akselerasi pengembangan budaya literasi di daerahnya.
Pasal 76
Pengembangan budaya literasi oleh pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (2) dilakukan dengan memfasilitasi pengembangan dan/atau pemberdayaan:
satuan dan/atau program pendidikan;
perpustakaan umum daerah;
perpustakaan keliling;
taman bacaan masyarakat;
masyarakat; dan
Pelaku Perbukuan.
Pemerintah kabupaten/kota dapat menetapkan peraturan daerah atau peraturan bupati/wali kota dalam rangka akselerasi pengembangan budaya literasi di daerahnya.
Pasal 77
Pengembangan budaya literasi oleh masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (2) dilakukan dalam bentuk gerakan literasi bagi warga negara Indonesia.

Pasal 78
Pengembangan budaya literasi oleh satuan dan/atau program pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (2) dilakukan melalui:

pewujudan lingkungan pendidikan sebagai lingkungan pembelajaran yang literat;
penyediaan waktu dan sarana yang cukup untuk pembelajaran literasi; dan
pembangunan kerja sama dengan masyarakat dan Pelaku Perbukuan dalam gerakan literasi satuan dan/atau program pendidikan.
Pasal 79
Pengembangan budaya literasi oleh keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (2) dilakukan melalui pembiasaan membaca Buku.

Pasal 80
Pengembangan budaya literasi oleh Pelaku Perbukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (2) dapat dilakukan dalam bentuk:

promosi Buku;
sayembara atau lomba;
pemberian penghargaan; atau
pelatihan, lokakarya, dan sejenisnya.
BAB XIV
PENDANAAN
Pasal 81
Sumber pendanaan untuk pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini berasal dari:

anggaran pendapatan dan belanja negara;
anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan
sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 82
Badan Standar Nasional Pendidikan atau tim yang dibentuk oleh Menteri untuk melakukan penilaian, tetap melakukan penilaian kelayakan Buku teks pelajaran paling lama 6 (enam) bulan sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.

BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 83
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perbukuan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 84
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.



Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 15 Oktober 2019
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 Oktober 2019
Plt. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

TJAHJO KUMOLO
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar